Istilah pacaran memang tidak dikenal dalam syari’at Islam, sehingga tidak pernah kita jumpai satupun dalil yang secara gamblang menyebutkan kalimat “Jangan pacaran” atau “Diharamkan bagimu pacaran” atau yang semisalnya, bahkan pada kitab para salaf ash-shalih juga tidak pernah dijumpai istilah ini baik berupa bab maupun isi bab tersebut. Lalu kenapa Islam ‘katanya’ melarang yang namanya pacaran ini? Dan bagaimana seandainya jika pacaran itu ‘diislamkan’? apakah status pacaran itu dapat menjadi boleh?.
Sebelum membahas mengenai pacaran islami, terlebih dahulu diketahui arti kata dari pacaran itu sendiri.
Pa.car. n adalah teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih; ber.pa.car.an berarti bercinta; berkasih-kasihan; [Lih. KBBI]
Sehingga dapat kita artikan secara makna bahwa pacaran islami itu adalah kegiatan bercinta dan berkasih-sayang yang sedemikian rupa dilakukan agar terkesan sesuai dengan ajaran Islam. Pacaran Islami ini adalah bentuk ‘penghalalan’ dari pacaran yang sering dilakukan oleh manusia zaman kini, sehingga dalam praktiknya orang yang melakukan pacaran Islami ini menganggap bahwa pacaran yang mereka lakukan adalah aktifitas yang tidak sampai pada zina, atau anggapan bahwa pacaran islami ini adalah aktifitas yang tidak adanya sentuhan, tidak khalwat (berdua-duaan dengan yang bukan mahram) atau yang lainnya
Sudah jelas firman Allah dalam QS. Al-Isra’ ayat 32 yang berbunyi:
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”
Ayat ini secara tegas menyeru hambanya untuk tidak mendekati perzinahan, berarti segala pintu menuju perzinahan itu seusaha mungkin ditutup sehingga tidak terbesit di hati untuk bertemu, berdua-duaan bahkan melakukan perzinahan. Sehingga apapun sarana yang dilakukan oleh dua sejoli selama itu berpotensi mendekatkan diri kepada jurang kebinasaan zina maka harusnya di tutup. Sedangkan pada pacaran Islami ini, pendekatan-pendekatan terhadap zina tersebut masih nampak, seperti bersentuhan dengan lawan jenis, berpandang-pandangan dengan lawan jenis, khalwat tersembunyi, wanita yang melembut-lembutkan suaranya, timbulnya penyakit al-‘isyq.
Bersentuhan dengan lawan jenis, orang yang melakukan pacaran islami ini walaupun tidak bermesra-mesra seperti pacaran yang kita kenal tetapi mereka mengakalinya dengan bersentuhan dengan tanpa adanya syahwat. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya (bukan mahramnya).” (HR. Ar-Ruyani dalam Musnad-nya, 2/227,dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1/447)
Berpandang-pandangan dengan lawan jenis, mungkin saja berentuhan dengan lawan jenis tidak sampai dilakukan oleh orang yang berpacaran islami, sehingga pilihan lainnya sehingga pacaran itu islami adalah hanya dengan saling pandang saja, padahal Allah Jalla Jalaluh menyuruh kita baik laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan pandangan. Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ - وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Artinya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.” (QS. An-Nur ayat 30-31)
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ
“Zina mata adalah dengan memandang” (HR. Ahmad)
Sehingga walaupun hanya memandanga, namun jika pandangan itu disertai dengan syahwa maka hal itu tetaplah terlarang dalam Islam. Maka barang siapa yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا تتبع النظرة النظرة، فإنما لك الأولى وليست لك الأخرى
“Janganlah kamu ikuti pendangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya.” (HR. Tirmidzi no. 2777, hadits hasan gharib)
Dan di dalam musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda,
النظرة سهم مسموم من سهام إبليس، فمن غض بصره عن محاسن امرأة الله أورث االله قلبه حلاوة إلى يوم يلقاه
“Pandangan itu adalah panah beracun dari panah panah iblis. Maka barang siapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah semata, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari kiamat.”
Ibul Qayyim Rahimahullah menyebutkan bahwa pandangan adalah asal muasal seluruh musibah yang menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak, kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang melahirkan syahwat, dan dari syahwat itu timbullah keinginan, kemudian keinginan itu menjadi kuat, dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya apa yang tadinya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan, dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya. Oleh karena itu, dikatakan oleh sebagian ahli hikmah bahwa “bersabar dalam menahan pandangan mata (bebannya) adalah lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya. [Lih. Kitab Laa Taqrabu Zina]
Khalwat (berdua-duaan) tersembunyi, ada lagi model pacaran Islami yang kedua sejoli tidak menyengajakan diri untuk berjumpa memadu kasih secara berdua-duaan, namun mereka hanya berkomunikasi melalui media. Namun aktifitas ini adalah bentuk khalwat tersembunyi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّوَمَعَهاَذُو مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki itu berkhalwat (menyendiri) dengan seorang wanita kecuali ada mahram yang menyertai wanita tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sehingga di manapun tempatnya dan bagaimanapun bentuknya selama aktifitas itu hanya dilakukan oleh dua orang tanpa mahram maka hal itu disebut sebagai berkhalwat, perilaku berkhalwat melalui media ini juga sering menimbulkan berbagai kemaksiatan lain, seperti saling mengirim gambar yang menyingkap aurat bahkan gambar-gambar atau video yang tidak senonoh. Na’udzhubillahi min dzalik, semoga kita dilindungi Allah dari perbuatan ini.
Wanita yang melembutkan suara, pacaran islami mungkin saja hanya dilakukan melalui media komunikasi seperti sebelumnya sehingga dua orang yang melakukan pacaran islami ini hanya berkomunikasi melalui media seperti telepon. Maka hal ini dapat menimbulkan perilaku si akhwat yang melembut-lembutkan suaranya, padahal Allah Ta’ala berfirman:
فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا
Artinya: “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara dengan mendayu-dayu sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (QS. Al-Ahzab ayat 32)
Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini: “As-Suddi dan para ulama yang lain menyatakan, maksud dari ‘Janganlah kamu menundukkan suara’ adalah melembut-lembutkan perkataan ketika berbicara dengan lelaki. Oleh karena itu llah berfirman, ‘Sehingga berkeinginanlah orang yang penyakit dalam hatinya’ sehingga hatinya menjadi rusak.” [Lih. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzhim, 6/409]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga sudah mewanti-wanti fitnah yang dapat ditimbulkan oleh wanita:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Aku tidak meninggalkan satu fitnah pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 2740)
Timbulnya penyakit Al-‘Isyq, penyakit Al-‘Isyq ini adalah penyakit hati yang disebabkan kekaguman seorang pecinta pada orang dicintainya secara berlebihan. Al-‘Isyq ini juga dapat disebut sebagai mabuk asmara. Penyakit inilah yang dialami oleh Zulaikha ketika melihat Nabi Yusuf ‘Alaihissalam. Allah Ta’ala menceritakan kisah ini dalam Al-Qur’an:
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَنْ نَفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الأبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
Artinya: “Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.” (QS. Yusuf ayat 23)
Pacaran islami itu sering terjadi dikarenakan menuruti penyakit Al-‘Isyq ini yaitu ketika seorang yang kagum terhadap lelaki atau perempuan yang terlihat shalih atau shalahihah, sehingga ketika belum mampu untuk menikah diantara keduanya ditempuhlah jalan pacaran supaya orang yang dikaguminya tidak terlepas dari pandangannya.
Maka jelaslah bahwa pacaran Islami itu tidak dapat membenarkan pacaran dalam syari’at, tidaklah usaha akhir yang dapat ditempuh oleh orang yang beradu kasih kecuali dengan menikah. Tidak dibenarkan aktifitas-aktifitas lain yang dapat menjerumuskan umatnya ke dalam lembah perzinahan. Solusinya hanya ada dua: tinggalkan (jauhi) atau halalkan (menikah). Wallahu ‘alam.
0 Komentar